Do’a Makin Lengkap di Saat-saat Mustajab

"Hanya kepada Engkau (Allah) yang kami sembah dan hanya kepada Engkau jualah kami memohon pertolongan." Secara sadar atau tidak sadar itulah do’a yang seringkali kita baca ketika shalat. Seringkali kita membacanya dalam shalat fardhu 5 x sehari. Sebanyak 17 x sehari kita berdo’a. Belum lagi yang mengerjakan shalat-shalat sunnah. Itulah do’a kita pada Allah swt. Do’a adalah saat-saat ketika kedekatan seseorang dengan Tuhannya. Sebagai pencipta, Allah sangat suka para hamba berdo’a kepadaNya.

“Dan berkata Tuhanmu: Berdo’alah kepadaku, pasti aku memperkenankannya.” (QS. Al-Mu’min: 60) 

Oleh karena itu ketika seseorang berdo’a, ia akan menyadari betapa lemahnya dan betapa hina dirinya di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, ia menyadari bahwa tak seorang pun yang dapat menolongnya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala. Adalah fitrah setiap manusia, bahwa ketika ia dalam keadaan terjepit, ia sangat membutuhkan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala. Walaupun pada suatu ketika dan saat yang lain ia lupa pada kuasa yang Maha Besar itu. 

“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepadaKu, maka hendaklah mereka itu memenuhiKu, dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186). 

Tapi manusia seringkali lalai. Kita menangis tersedu dalam mengharapkan pertolongan Allah ketika kesusahan dan kesulitan melanda, akan tetapi melupakanNya pada saat bahagia. Hal seperti ini telah banyak diungkapkan oleh Allah dalam kitabNya Al-Qur’an. Kita sering terlupa bahwa kehidupan kita adalah dalam ketentuan Tuhan dan sesungguhnya Tuhan mengetahui segala perbuatan kita baik dilakukan dengan sadar ataupun tidak, yang nyata maupun yang tersembunyi bahkan lintasan di hati sekalipun. 

Allah subhanahu wa ta’ala sangat dekat dengan kita, namun kita tak menyadarinya. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Allah itu lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya sendiri.” (QS. Qaaf: 16)

Nabi Muhammad saw menganjurkan umatnya supaya senantiasa mengingat Allah subhanahu wa ta’ala ketika senang maupun susah. Sabda Nabi dalam hadis yang shahih: “Kenalilah Allah (dekati Dia dengan ketaatan dan berdo’a) pada waktu senangmu, niscaya Allah akan mengenalimu (memperkenankan do’amu) pada waktu susahmu.” 

Dia Allah, mengetahui perkataan apa saja yang diucapkan, bahasa apa yang dilafalkan, apa saja yang dipikirkan atau hanya lintasan di hati dan peristiwa apa saja yang dialami seseorang. Bahkan ketika kita tidur nyenyak, Allah mengetahui apa yang kita alami dalam mimpi. Bukankah Allah yang menciptakan segala sesuatu? Oleh karena itu, apabila seseorang itu berdo’a kepada Allah, ia harus menyadari serta berkeyakinan bahwa Allah akan menerima do’anya. Berdo’a pada yang paling tepat akan memberikan apa yang terbaik baginya. 

Sebagai hamba Allah, seseorang sangat memerlukan Dia dan keikhlasan serta kesungguhan seseorang dalam berdo’a tergantung pada sejauh mana ia merasa memerlukan. Di saat itulah timbul perasaan hina sebagai hambaNya, kecil, kerdil dan bercucuranlah air matanya dalam mengadu hal pada Tuhannya. Allah sangat suka hambanya memohon segala hajat mereka dengan keadaan merendah diri dan tawaddu’. 

“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raaf: 55). 

Oleh karena itu, orang-orang yang berdo’a hendaknya menanamkan keyakinan yang tinggi bahwa permohonannya didengar oleh Penciptanya dan ridhaNya diperlukan karena setiap kejadian adalah dengan kekuasaanNya. Ingatlah, Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Sesungguhnya keadaanNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah.’ Maka terjadilah ia.” (QS. Yasin: 82) 

Setiap manusia yang beriman dan mengaku muslim, menyadari bahwa segala sesuatu itu mudah bagi Allah. Bukankah Dia Maha Berkuasa, Dia Mendengar dan Dia Maha Mengetahui setiap sesuatu? Setiap denyutan nadi dan setiap hembusan nafas hamba yang memohon keampunanNya pasti diampunkan. Dia akan menyampaikan apa-apa hajat hambaNya jika di dalamnya terdapat kebaikan dalam permohonan itu. 

Kita lihat sejarah para Nabi dan orang beriman. Do’a-do’a mereka seringkali diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala walaupun kadangkala keadaan mereka dari segi dhahir tidak memungkinkan. Do’a mereka yang disebutkan dalam Al-Qur’an merupakan contoh tentang hal-hal yang dapat mereka mohon kepada Allah. Contoh seperti berikut dan semuanya dikabulkan Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi Ayub as berdo’a kepada Tuhannya ketika ia sakit menderita puluhan tahun dan ditinggalkan keluarganya. Nabi Sulaiman as yang berdo’a memohon diberi kerajaan yang hebat dan kemewahan berupa kekayaan dan kelebihan menguasai alam Jin. Nabi Nuh as memohon kepada Allah agar diberikan ketabahan lantaran kaumnya yang tersesat. Nabi Zakaria as berdo’a kepada Allah agar diberi keturunan yang diridhai, dan Allah pun mengabulkan do’anya, meskipun isterinya mandul dan sudah lanjut usianya. 

Manusia diberi apa yang diminta dan dihajatkan. Allah subhanahu wa ta’ala cukup adil pada hambanya, tiada satupun karuniaNya yang bersifat zhalim. Kezhaliman yang terjadi pada maklukNya adalah hasil dari perbutan makhluk itu sendiri bersandarkan qada’ dan qadar Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam berdo’a kita dianjurkan memohon kebaikan dunia dan akhirat. 

Lihatlah bagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam kitab suciNya Al-Qur’anul Karim berkenaan perbandingan manusia yang memohon padaNya. 
  • “Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia, maka Kami segerakan baginya di dunia apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (QS. Al-Israa’: 18). 
  • “Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami akan memberikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya bagian sedikit pun di akhirat.” (QS. Asy-Syura: 20). 
  • “Di antara manusia ada orang yang berdo’a, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia, dan tidak ada baginya bagian di akhirat.’ Dan di antara mereka ada orang yang berdo’a, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.’ Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitunganNya.” (QS. Al-Baqarah: 200-202). 

Do’a adalah inti dari ibadah. Hal ini karena dalam segala peribadahan tumpuannya hanya taat pada Allah subhanahu wa ta’ala. Segala perbuatan, syarat dan bacaannya adalah mengikuti syariat yang telah ditetapkan dan Lillahi Ta’ala. Contohnya seperti dalam ibadat shalat, dimana setiap bacaannya adalah memuji kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala dan adakalanya diselipkan dengan bacaan do’a seperti berdiri membaca tujuh ayat yang berulang-ulang (Al-Fatihah) di setiap awal rakaat, ketika duduk diantara dua sujud dan ketika duduk tahiyat awal juga akhir. Semuanya adalah do’a yang kadangkala tidak disadari oleh si pelaku itu sendiri. 

Dari Anas bin Malik, dari Nabi saw bersabda, “Do’a itu adalah ibu atau hati ibadah.” (Hadith riwayat At-Tirmizi) 

Do’a adalah juga senjata orang-orang mukmin. Dengan berdo’a kadangkala tertolak bala yang terjadi pada seseorang itu. Do’a adalah senjata terakhir yang digunakan seseorang pada masa yang sangat kritis. Ketahuilah, do’a yang dimohon dengan hati yang ikhlas lagi tawaduk dan bertawakkal akan memberikan kesan yang sangat besar pada kehidupan kita. 

“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala itu bersih lagi suci, dan Allah tidak menerima kecuali yang bersih lagi suci. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang mukmin dengan apa yang diperintahkan kepada para rasul.” (Diriwayatkan oleh Muslim)

Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam telah memberitahukan kepada kita perihal waktu-waktu yang mudah dikabulkan (mustajab) untuk berdo’a. Diantaranya adalah sebagai berikut: 

1. Ketika sedang dalam perjalanan.

Ketika kita sedang dalam perjalanan—sudah barang tentu bukan dalam rangka bermaksiat—jangan sampai lupa untuk menggunakan kesempatan ini untuk berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Inilah salah satu waktu yang mustajab untuk berdo’a.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga macam do’a dikabulkan tanpa diragukan lagi, yaitu do’a orang yang dizhalimi, do’a kedua orangtua, dan do’a seorang musafir (yang bepergian untuk maksud dan tujuan baik).” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

2. Ketika sedang berpuasa.

Pada saat kita sedang menjalani puasa, baik itu puasa wajib di bulan Ramadhan maupun sedang mengerjakan puasa sunnah, hendaknya kita memperbanyak do’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Keadaan seperti ini adalah saat yang mustajab bagi sebuah do’a yang disampaikan kepadaNya.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga bentuk do’a yang dimustajabkan Allah, do’a ibu bapak terhadap anak, do’a orang yang berpuasa, dan do’a orang yang sedang dalam perjalanan.” (HR. Baihaqi).

3. Pada waktu sepertiga malam yang terakhir.

Ketika orang lain terlelap dalam tidur di sepertiga malam yang terakhir, maka beruntunglah orang yang bangun dari tidurnya dan berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sungguh, waktu sepertiga malam yang terakhir adalah waktu yang mustajab untuk berdo’a. Apalagi, sebelum berdo’a kepadaNya didahului dengan shalat Tahajjud dan berdzikir kepadaNya.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Apabila tersisa sepertiga dari malam hari Allah azza wa jalla turun ke langit bumi dan berfirman, ‘Adakah orang yang berdo’a kepadaKu akan Kukabulkan? Adakah orang yang beristighfar kepadaKu akan Kuampuni dosa-dosanya? Adakah orang yang mohon rezeki kepadaKu akan Kuberinya rezeki? Adakah orang yang mohon dibebaskan dari kesulitan yang dialaminya akan Kuatasi kesulitan-kesulitannya?’ Yang demikian (berlaku) sampai tiba waktu fajar (Subuh).” (HR. Ahmad)

4. Ketika bersujud kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Ketika bersujud adalah waktu yang paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya. Oleh karena itu, pada saat yang istimewa seperti ini sangat perlu untuk menyampaikan do’a kepadaNya.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Saat yang paling dekat seorang hamba kepada Tuhannya ialah ketika bersujud, maka perbanyaklah berdo’a.” (HR. Muslim)

5. Antara adzan dan iqamah.

Setelah muadzin menyerukan adzan untuk shalat fardhu, hendaknya kita memanfaatkan waktu ini untuk berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sungguh, sebelum iqamah diserukan untuk segera mengerjakan shalat, ini adalah waktu yang mustajab.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Do’a yang diucapkan antara adzan dan iqamah tidak ditolak (oleh Allah).” (HR. Ahmad)

6. Setelah shalat fardhu.

Setelah mengerjakan shalat fardhu, hendaknya seseorang tidak meninggalkan kesempatan yang baik ini untuk berdo’a. Sesungguhnya pada saat ini adalah saat yang mustajab untuk berdo’a.

Abu Umamah menceritakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang do’a yang paling didengar oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Beliau menjawab: “Di pertengahan malam yang akhir dan setiap selesai shalat fardhu.” (HR. Tirmidzi).

7. Ketika berbuka bagi orang yang berpuasa.

Pada saat berbuka puasa, hendaknya kita menyempatkan diri untuk berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ternyata, pada saat berbuka juga merupakan waktu yang mustajab bagi do’a yang kita sampaikan kepadaNya.

Mengenai hal ini, dapat kita ketahui dari sebuah hadits, yakni dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash ra, bahwa dia mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa pada saat berbuka ada do’a yang tidak ditolak.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim).

Keberkahan lain di waktu berbuka puasa adalah dikabulkannya do’a orang yang telah berpuasa, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: “Ada tiga do’a yang tidak tertolak. Do’anya orang yang berpuasa ketika berbuka, do’anya pemimpin yang adil dan do’anya orang yang terzhalimi.” (HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi)

Oleh karena itu, jangan lewatkan kesempatan baik ini untuk memohon apa saja yang termasuk kebaikan dunia dan kebaikan akhirat.

8. Ketika hati sedang lembut.

Pada saat iman sedang meningkat, biasanya hati menjadi terasa lembut, serasa dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala, dan penuh kasih sayang kepada sesama. Pada saat seperti ini, hendaknya jangan lupa untuk berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar do’a lebih mudah dikabulkan.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ambillah kesempatan berdo’a ketika hati sedang lemah lembut karena itu adalah rahmat.” (HR. Dailami).

9. Ketika malam lailatul qadar.

Malam lailatul qadar adalah malam diturunkannya Al-Qur’an. Malam ini lebih utama dari 1000 bulan. Sebagaimana firman Allah ta’ala: “Malam Lailatul Qadr lebih baik dari 1000 bulan.” (QS. Al Qadr: 3)

Pada malam ini dianjurkan memperbanyak ibadah termasuk memperbanyak do’a. Sebagaimana yang diceritakan oleh Ummul Mu’minin Aisyah radhiallahu ‘anha: “Aku bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: ‘Wahai Rasulullah, menurutmu apa yang sebaiknya aku ucapkan jika aku menemukan malam Lailatul Qadar?’ Beliau bersabda, ‘Berdo’alah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni (Ya Allah, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dan menyukai sifat pemaaf, maka ampunilah aku).’” (HR. Tirmidzi, 3513, Ibnu Majah, 3119, At Tirmidzi berkata, “Hasan Shahih”)

Pada hadits ini Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha meminta diajarkan ucapan yang sebaiknya diamalkan ketika malam Lailatul Qadar. Namun ternyata Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan lafal do’a. Ini menunjukkan bahwa pada malam Lailatul Qadar dianjurkan memperbanyak do’a, terutama dengan lafal yang diajarkan tersebut.

10. Ketika adzan berkumandang.

Selain dianjurkan untuk menjawab adzan dengan lafal yang sama, saat adzan dikumandangkan pun termasuk waktu yang mustajab untuk berdo’a. 

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Do’a tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, saat kedua kubu saling menyerang.” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata, “Hasan Shahih”)

11. Ketika sebelum salam pada shalat wajib.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ada yang bertanya: ‘Wahai Rasulullah, kapan do’a kita didengar oleh Allah?’ Beliau bersabda, ‘Di akhir malam dan di akhir shalat wajib.’” (HR. Tirmidzi, 3499)

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Zaadul Ma’ad (1/305) menjelaskan bahwa yang dimaksud ‘akhir shalat wajib’ adalah sebelum salam. Dan tidak terdapat riwayat bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat merutinkan berdo’a meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib. Ahli fiqih masa kini, Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata, “Apakah berdo’a setelah shalat itu disyariatkan atau tidak? Jawabannya: tidak disyariatkan. Karena Allah ta’ala berfirman,  “Jika engkau selesai shalat, berdzikirlah.” (QS. An-Nisaa’: 103). Allah berfirman ‘berdzikirlah’, bukan ‘berdo’alah’. Maka setelah shalat bukanlah waktu untuk berdo’a, melainkan sebelum salam.” (Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/216).

Namun sungguh disayangkan kebanyakan kaum muslimin merutinkan berdo’a meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib yang sebenarnya tidak disyariatkan, kemudian justru meninggalkan waktu-waktu mustajab yang disyariatkan yaitu diantara adzan dan iqamah, ketika adzan, ketika sujud dan sebelum salam.

12. Di hari Jum’at.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan tentang hari Jum’at kemudian beliau bersabda, ‘Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdo’a ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta’. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut.” (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat.

Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at, berdasarkan hadits: “Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at selesai.” (HR. Muslim, 853 dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu). Pendapat ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.

Pendapat kedua, yaitu setelah Ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits: “Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar.” (HR. Abu Daud, no.1048 dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu. Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud). 

Pendapat ini dipilih oleh At Tirmidzi, dan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Pendapat ini yang lebih masyhur di kalangan para ulama.

Pendapat ketiga, yaitu setelah Ashar, namun di akhir-akhir hari Jum’at. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.

Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata, “Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdo’a pada dua waktu yang disebutkan.” Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak do’anya di hari Jum’at tidak pada beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu ‘Abdil Barr.

13. Ketika turun hujan.

Hujan adalah nikmat Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu tidak boleh mencelanya. Sebagian orang merasa jengkel dengan turunnya hujan, padahal yang menurunkan hujan tidak lain adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, daripada tenggelam dalam rasa jengkel lebih baik memanfaatkan waktu hujan untuk berdo’a memohon apa yang diinginkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, “Do’a tidak tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun.” (HR. Al Hakim, 2534, dishahihkan Al Albani di Shahih Al Jami’, 3078)

14. Hari Rabu antara Zhuhur dan Ashar.

Sunnah ini belum diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin, yaitu dikabulkannya do’a diantara shalat Zhuhur dan Ashar di hari Rabu. Ini diceritakan oleh Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, “Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berdo’a di Masjid Al Fath 3 kali, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Rabu lah do’anya dikabulkan, yaitu diantara dua shalat. Ini diketahui dari kegembiraan di wajah beliau. Berkata Jabir: ‘Tidaklah suatu perkara penting yang berat pada saya kecuali saya memilih waktu ini untuk berdo’a,dan saya mendapati dikabulkannya do’a saya’”

Dalam riwayat lain, “Pada hari Rabu lah do’anya dikabulkan, yaitu di antara shalat Zhuhur dan Ashar.” (HR. Ahmad, no. 14603, Al Haitsami dalam Majma Az Zawaid, 4/15, berkata, “Semua perawinya tsiqah”, juga dishahihkan Al Albani di Shahih At Targhib, 1185)

15. Ketika hari Arafah.

Hari Arafah adalah hari ketika para jama’ah haji melakukan wukuf di Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Pada hari tersebut dianjurkan memperbanyak do’a, baik bagi jama’ah haji maupun bagi seluruh kaum muslimin yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Sebab Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Do’a yang terbaik adalah do’a ketika hari Arafah.” (HR. At Tirmidzi, 3585. Di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

16. Ketika perang berkecamuk.

Salah satu keutamaan pergi ke medan perang dalam rangka berjihad di jalan Allah adalah do’a dari orang yang berperang di jalan Allah ketika perang sedang berkecamuk, diijabah oleh Allah ta’ala. Dalilnya adalah hadits yang sudah disebutkan di atas, “Do’a tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang.” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata, “Hasan Shahih”)

17. Ketika meminum air Zam-zam.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Khasiat Air Zam-zam itu sesuai niat peminumnya.” (HR. Ibnu Majah, 2/1018. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah, 2502)

Ada juga yang berpendapat bahwa ketika melahirkan adalah waktu yang mustajab untuk meminta atau berdo’a sebab saat itu lah merupakan masa yang terasa cukup berat bagi seorang ibu, bahkan ada ungkapan “ketika melahirkan adalah antara hidup dan mati.” Keadaan yang berat dan kesusahan adalah salah satu keadaan mustajabnya do’a. 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Siapakah yang mengijabahi (menjawab/mengabulkan) permintaan orang yang dalam kesempitan apabila ia berdo’a kepadaNya, dan (siapakah) Dia yang menghilangkan kejelekan?” (An-Naml: 62)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan, “Allah menjelaskan bahwa Dia lah yang diseru ketika keadaan susah dan sempit, Dia lah yang diharapkan ketika terjadi musibah dan bencana… (“Siapakah yang mengijabahi (menjawab/mengabulkan) permintaan orang yang dalam kesempitan”) yaitu Dia lah tempat kembali orang yang kesusahan, tidak kepada yang lain. Dan Dia lah yang menghilangkan/mengangkat bahaya, tidak ada yang lain.” (Tafsir Ibnu Katsir 6/203)

Al-Quthubi rahimahullah berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Malik bin Dinar kemudian berkata, “Saya meminta agar engkau mendo’akan saya karena saya sedang kesusahan.” Maka Malik bin Dinar berkata, “Berdo’alah (do’akan diri sendiri) karena Allah mengijabahi (menjawab/mengabulkan) permintaan orang yang dalam kesempitan apabila ia berdo’a kepadaNya.” 

Hendaklah banyak berdo’a ketika saat-saat melahirkan, meminta agar dimudahkan melahirkan, berdo’a agar mendapat anak yang shalih atau shalihah dan berdo’a agar selamat dunia akhirat atau do’a yang lainnya.

Comments

Popular posts from this blog

OLAHRAGA SAAT HAMIL

17 Pertanyaan Seputar Perkembangan Ibu dan Janin dalam Kandungan

Cara Merawat Bayi Yang Baru Lahir